Dia pernah bertempur melawan Belanda
di Semarang dalam “Pertempuran Lima Hari”, pernah jadi supir Presiden Soekarno,
dinobatkan sebagai pendiri kepanduan Indonesia, jago menciptakan lagu-lagu
himne perjuangan yang pilu tetapi membakar, pinter table manner dalam mengelola
rumah tangga istana kepresidenan di Jogjakarta, pernah jadi pelaut dan banyak
lagi talentanya bagaikan aktor terkenal Peter O’Toole yang suka gonta ganti
wajah.
Pria berhidung
mancung ini memiliki profesi bermacam-macam, tetapi karir tertingginya, ya jadi
duta besar Indonesia untuk Tahta Suci di Vatikan. Dalam masa jabatan sebagai
wakil rakyat Indonesia di pusat gereja Katolik sedunia itu, dia mengatur
kunjungan pertama kalinya seorang paus datang ke Indonesia, Paus Paulus VI,
tahun 1970 dan mempersiapkan dengan kedatangan Presiden Soeharto pertama dan
terakhir kalinya ke St. Peters (Gereja Santo Petrus) tahun 1971.
|
St. Petrus. |
Jabatan yang
dia emban itu sebelumnya pernah dijabat oleh ayah kandung Chandra Darusman itu
(Busono Darusman adalah duta besar Indonesia untuk Vatikan antara 1960-1962)
dan tokoh Negara Pasundan terkenal, Djoemhana Wiriatmadja di awal 1950-an.
Bahkan tahun 1990, pos ini pernah diisi oleh Presiden Soeharto dengan orang
yang paling dipercayainya, yaitu penterjemah presiden yang selalu nguping
setiap pembicaraan presiden dengan tokoh-tokoh dunia selama lebih 20 tahun,
Widodo Susetyo.
Namun yang
paling penting, Mutahar yang menjadi duta besar di Vatikan selama 4 tahun,
adalah arsitek pembentukan pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) yang
hadir di setiap perayaan 17an di istana kepresidenan, dan ditiru sampai tingkat
yang lebih rendah, dari upacara 17an di gubernuran, kabupatenan, kecamatan,
kelurahan, instansi pemerintah dan upacara-upacara wajib di sekolah. Tata cara
pengibaran bendera pusaka yang kita kenal hingga sekarang ini adalah karya tata
olah gerak Mutahar.
Lalu apa
sebenarnya peran dan jasa Kak Mut bagi proklamasi? (panggilan akrab Husein
Mutahar dalam tradisi gerakan kepanduan Indonesia atau Pramuka yang dia
dirikan) Wuaaaaaaaaaaaahh…lupa tuh! Mana ada yang mau ingat apa yang telah
dilakukan secara heroik oleh pria keturunan Arab ini? Apalagi menghargai
jasanya pada proklamasi? Waktu dia wafat saja tahun 2004 (dalam usia 88 tahun),
pengantarnya naik Kopaja (sejenis Metro Mini) sewaan, bukan bis mewah ber-AC
menuju ke pemakaman yang terkenal dengan urban
legend pastur kepala
buntung, di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan. Padahal dia berhak dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan!
“Dengan ini
saya mengangkatmu sebagai letnan”, kata Soekarno kepada Mutahar, yang diangkat
sebagai ajudan presiden pada masa ibukota di Jogjakarta. Soekarno sangat
membutuhkan seorang yang pandai mengatur protokol kepresidenan saat krtitis
itu. Pilihan jatuh ke Mutahar. Namun pengangkatan Mutahar “diprotes” oleh orang
dalam istana. “Masak ajudan Ratu Juliana dengan 10 juta rakyat pangkatnya
kolonel, kok Presiden Soekarno dengan70 juta rakyat cuma letnan?”.
Satu setengah
jam setelah Mutahar diangkat sebagai letnan, Soekarno memanggilnya. “Mulai sore
ini engkau jadi Mayor”, kata Soekarno singkat. Jadilah Mutahar orang tercepat
karirnya dalam dunia militer Indonesia.
Mutahar sangat
teliti dalam menata hal-hal pernik perintil kecil-kecil. Makanya Soekarno
mempercayainya menata protokol pengibaran bendera pusaka Merah Putih untuk
dikibarkan pertama kalinya, pada perayaan HUT RI Pertama 1946 di Jogjakarta
hingga sekarang. Karena dalam keadaan genting dan kritis, Soekarno tak punya
pengalaman bagaimana caranya merayakan pertama kalinya HUT RI. Ya, Mutaharlah
arsiteknya hingga tata cara perayaan tujuhbelasan kita lakukan sampai kini.
|
Paskibraka. |
Bahkan lebih
dari itu, ketika negara RI hampir mati di serang Belanda pada 19 Desember 1948
(RI sudah mampus bagi Belanda saat itu), Soekarno mempercayai sepenuh hati
kepada Mutahar untuk menjaga bendera pusaka yang pertama kali dikibarkan pada
17 Agustus 1945. “Jaga bendera ini dengan nyawamu”, pesan Soekarno sebelum
dibuang ke Bangka dan Prapat oleh Belanda.
Begitu
setianya dengan pesan Soekarno untuk menjaga bendara pusaka dengan nyawanya,
terpaksa bendera itu pernah terpisah dua untuk segi keamananan. Terobek antara
merah dan putih. Takutnya tentara Belanda tahu, pasti akan dimusnahkan, karena
kain jelek itu adalah simbol suci negara RI.
Suatu hari di
tahun 1949, Mutahar secara misterius dan penuh ketakutan akan kejaran tentara
Belanda, menyerahan amanat titipannya itu kepada Dr. Soeharto, dokter pribadi
Soekarno, di rumah sang dokter di Jalan Kramat 128, Jakarta Pusat. Dan sang
dokter menyimpannya di dua tempat terpisah, agar mengelabui tentara Belanda
yang hobinya gledah menggledah rumah siapa saja yang dicurigai.
Mutahar pun
pernah mengambil bendera pusaka itu dan menyembunyikan di tempat lain dengan
berpindah-pindah, agar tak dirampas Belanda. Sampai akhirnya, ketika Soekarno
kembali ke Jakarta pada 29 Desember 1949, setelah minggat 4 tahun ke Jogjakarta, Bendera Pusaka dibawa kembali bagaikan benda suci. Nah, Bendera Pusaka itu
dijahit kembali oleh Mutahar dengan teliti, persisi pada lubang-lubang jarum
yang sama seperti pertama kali dijahit Ibu Fatmawati. Woooh… teliti sekali…!!!!
Peran Mutahar
yang dipercayai Soekarno karena piawai dalam soal protokuler resmi kenegaraan,
sama dengan peran yang dijalani oleh Joop Ave dalam kepiawaian protokuler dan
kehumasan di jaman Presiden Soeharto. Kehebatan Joop Ave dalam hal itu, membuat
dia disayangi oleh Soekarno dan Soeharto. Bahkan Ratu Elizabeth II pernah
memuji cara kerja Joop Ave, seolah sang ratu iri ingin memilikinya.
|
Mutahar dan Joop Ave. |
Tapi,
Mutahar
lebih dari Joop Ave. Ketika tahun 1944 dia
menciptakan lagu himne “Syukur”, yang dia ciptakan untuk kemerdekaan Indonesia
yang sudah dekat menurut penerawangannya. Lebih dari itu, pernah di masa
revolusi, Mutahar kebelet ke toilet di Hotel Garuda,
Jogjakarta (dia sekamar
dengan Hoegeng, kelak jadi kapolri terbersih). Dalam toilet itu, dia tak hanya
menuangkan,maaf ,hajatnya, tapi juga menuangkan ide brilyannya: sebuah lagu
perjuangan terkenal tercipta dari toilet. Terdengar seperti lelucon.. Tapi itulah fakta sejarahnya.
|
Hotel Garuda, Jogjakarta. |
Tujuh belas
Agustus tahun empat lima
Itulah hari
kemerdekaan kita
Hari merdeka
Nusa dan
bangsa
Hari lahirnya
bangsa Indonesia…
MERDEKAAAAA….
Semoga artikel ini dapat menumbuhkan rasa peduli kita terhadap Tanah Air tercinta, Indonesia. Rasa bangga terhadap pahlawan, dan rasa bangga terhadap Paskibraka. Mohon maaf jika ada kesalahan ketik.. komentar dari teman - teman sangat berguna bagi kemajuan Blog ini. Suksma (dalam bahasa Bali yang artinya Terima kasih). ^_^
SUMBER:
1. Saksi
Sejarah, DR. Soeharto, PT Gunung Agung, Jakarta, 1982.
2. Kesaksian
Tentang Bung Karno 1945-1967, H. Mangil Martowidjojo, Grasindo, Jakarta, 1999
3. Jejak
Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973, Team Dokumentasi Presiden RI,
PT Citra Kharisma Bunda,
Jakarta, 2003.