Percobaan Pembentukan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka Tahun 1967 dan Pasukan Pertama Tahun 1968
Bukasanabukasini - Pada tahun 1967, Bapak Husein Mutahar
dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk menangani lagi masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau
kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok, yaitu :
Bukasanabukasini. |
- Kelompok 17- PENGIRING/PEMANDU
- Kelompok 8 - PEMBAWA/INTI
- Kelompok 45- PENGAWAL
Ini merupakan simbol/gambaran dari
tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia: 17 Agustus 1945 (17-8-45).
Pada waktu itu, dengan situasi dan kondisi yang ada, beliau melibatkan putra
daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/ Pramuka untuk
melaksanakan tugas pengibaran Bendera Pusaka. Semula, rencana beliau
untuk kelompok pengawal 45 akan terdiri dari para mahasiswa AKABRI (generasi muda
ABRI •sekarang TNI), tetapi libur perkuliahan dan transportasi Magelang -
Jakarta menjadi kendala, sehingga sulit dilaksanakan. Usul lain untuk
menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI (seperti RPKAD, PGT, MARINIR. dan
BRIMOB) juga tidak mudah. Akhirnya, kelompok pengawal 45 diambil dari Pasukan
Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang mudah dihubungi dan sekaligus mereka
bertugas di Gedung Istana, Jakarta.
Pada tanggal 17 Agustus 1968,
petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Akan
tetapi, provinsi - provinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih
harus ditambah oleh mantan anggota pasukan tahun 1967. Tahun 1969 karena
Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak mungkin lagi untuk
dikibarkan, dibuatlah duplikat Bendera Pusaka. Untuk dikibarkan di tiang 17 m
Istana Merdeka, telah tersedia bendera merah putih dan bahan bendera (wol) yang
dijahit 3 potong memanjang kain merah dan 3 potong memanjang kain putih
kekuning-kuningan.
Bendera Merah Putih Duplikat Bendera
Pusaka yang akan dibagikan ke daerah terbuat dari sutra alam dan alat tenun
asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun menjadi satu tanpa
dihubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat celup asli Indonesia.
Pembuatan Duplikat Bendera Pusaka ini dilaksanakan oleh Balai Penelitian
Tekstil Bandung dibantu PT Ratna di Ciawi Bogor. Dalam praktik pembuatan
Duplikat Bendera Pusaka, sukar untuk memenuhi syarat yang ditentukan Bapak
Husein Mutahar karena cat asli Indonesia tidak memiliki warna merah bendera
yang standar dan pembuatan dengan alat tenun bukan mesin memerlukan waktu yang
lama.
Tanggal 5 Agustus 1969, di Istana
Negara Jakarta, berlangsung upacara penyerahan Duplikat Bendera Pusaka Merah
Putih dan Reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur
seluruh Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar di seluruh Ibukota Propinsi dapat
dikibarkan Duplikat Bendera Pusaka dan diadakan pembacaan naskah Proklamasi
bersamaan dengan upacara peringatan Hari Proklamasi 17 Agustus di Istana
Merdeka Jakarta. Selanjutnya, Duplikat Bendera Pusaka dan Reproduksi Naskah
Proklamasi juga diserahkan kepada Kabupaten-Kota dan perwakilan-perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera duplikat (yang dibuat dari 6
carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari
Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik indonesia, tanggal 17 Agustus 1969,
sedangkan Bendera Pusaka terlipat dalam kotak bertugas mengantar dan menjemput
Bendera Duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
Pada tahun 1967 s.d. tahun 1972,
anggota Pasukan Pengibar Bendera adalah para remaja SMA setanah air Indonesia, yang
merupakan utusan dari 26 provinsi di Indonesia. Setiap provinsi, diwakili oleh
sepasang remaja yang, dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Pada tahun
1973, Bapak Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota pengibar Bendera
Pusaka dengan sebutan Paskibraka. Pas berasal dari Pasukan, dan kib; berasal
dari pengibar, ra berasal dari bendera dan ka dari pusaka. Mulai saat itu,
singkatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah Paskibraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih.